JAKARTA — Dugaan praktik prostitusi terselubung yang beroperasi dengan dalih layanan pijat kembali mencoreng wajah ibukota. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada sebuah tempat bernama Castle Field Massage yang berlokasi di Ruko Rich Palace, Jalan Meruya Ilir Raya, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat.
Investigasi yang dilakukan melalui komunikasi langsung dengan admin Castle Field Massage mengungkap fakta mencengangkan. Alih-alih menawarkan layanan kebugaran seperti yang tercantum dalam perizinan usaha, tempat ini justru menyuguhkan paket-paket pijat dengan muatan seksual eksplisit. Mulai dari body to body massage tanpa busana, hand job, hingga layanan seksual penuh.
Ironisnya, admin secara terang-terangan menyatakan bahwa pelanggan dipersilakan membawa alat kontrasepsi sendiri. Tarif yang dipatok berkisar antara Rp270.000 hingga Rp570.000 untuk durasi 60 menit dengan label “all in”. Harga tersebut mencakup kamar, namun aksi seksual dilakukan melalui negosiasi pribadi antara terapis dan pelanggan.
Lebih memprihatinkan lagi, Castle Field Massage menerapkan sistem “showing”, praktik pemajangan foto para terapis untuk dipilih secara langsung oleh pelanggan. Model ini menandai pergeseran fungsi spa dari tempat relaksasi menjadi etalase eksploitasi tubuh perempuan.
Sejumlah warga sekitar mulai bersuara lantang. Ramli (nama disamarkan), salah satu tokoh lingkungan, mengaku geram. “Ini bukan lagi tempat pijat, tapi praktik prostitusi yang dibungkus rapi. Apalagi lokasinya dekat dengan permukiman warga, sangat meresahkan,” ujarnya, Senin (24/7/2025).
Menurut Ramli, meski secara legal memiliki izin usaha, Castle Field Massage dengan jelas telah menyimpang dari ketentuan hukum. “Ada paket-paket yang ditawarkan secara vulgar. Tinggal pilih, bayar, langsung dilayani,” tuturnya.
Apa yang terjadi di balik dinding Castle Field Massage jelas melanggar Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum dan Peraturan Gubernur Nomor 18 Tahun 2018 yang secara tegas menyatakan bahwa tempat usaha pijat, spa, dan refleksi hanya diperkenankan memberikan layanan relaksasi, bukan jasa seksual.
Fenomena ini sekali lagi menjadi tamparan keras bagi Pemprov DKI Jakarta dan aparat penegak hukum. Muncul dugaan adanya pembiaran, bahkan keterlibatan oknum dalam pembiaran praktik-praktik semacam ini. Pengawasan terhadap bisnis spa dan panti pijat dinilai masih longgar dan rentan disalahgunakan sebagai kedok prostitusi.
Masyarakat kini mendesak Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Satpol PP Jakarta Barat, serta Polres Metro Jakarta Barat untuk segera turun tangan melakukan investigasi mendalam. Tak hanya pencabutan izin usaha, tapi juga pengusutan potensi pelanggaran pidana, termasuk unsur eksploitasi perempuan hingga dugaan perdagangan manusia.
“Jakarta tak boleh jadi kota yang memelihara kemunafikan dalam bisnis esek-esek berkedok legalitas,” tegas Ramli.