DLH DKI Perkuat Pemantauan Lingkungan Usai BRIN Temukan Mikroplastik dalam Hujan Jakarta

  • Bagikan
Ilustrasi Hujan. (Foto/ist)

JAKARTA — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta akan memperketat pemantauan lingkungan dan memperluas edukasi publik setelah temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan adanya kandungan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta.

Kepala DLH DKI, Asep Kuswanto, mengatakan hasil riset BRIN menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan masyarakat bahwa pencemaran plastik kini telah mencapai level atmosfer.

“Kami mengapresiasi penelitian BRIN ini. Temuan tersebut sangat penting dan menjadi perhatian serius bagi kami untuk memperkuat pengelolaan sampah di Jakarta,” ujar Asep di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (23/10/2025).


Kolaborasi Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan

Menurut Asep, DLH telah lama berkolaborasi dengan BRIN dalam riset pencemaran air dan kini memperluas kerja sama ke aspek udara dan hujan. DLH juga menggandeng BMKG, IPB, ITB, RDI, serta sejumlah aktivis lingkungan untuk memperkuat basis data kualitas lingkungan dan dampaknya terhadap kesehatan warga.

“Temuan mikroplastik dalam hujan menegaskan bahwa sampah plastik tidak hanya mencemari tanah dan air, tetapi juga udara. Bahkan pakaian berbahan sintetis yang kita gunakan sehari-hari bisa menjadi sumber mikroplastik,” kata Asep.

BACA JUGA :  Terlalu Mengagungkan Gelar Akademik Adalah Indikasi Feodalisme Gaya Baru

DLH menegaskan pentingnya pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir, termasuk penguatan edukasi dan kampanye pengurangan plastik sekali pakai.


Pemantauan Mikroplastik dan Data Pencemaran

Sejak 2022, DLH DKI telah memantau konsentrasi mikroplastik di perairan Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Pemantauan itu diperluas ke sungai-sungai utama pada 2024 melalui kolaborasi dengan lembaga penelitian.

“Kami melakukan pengamatan di lebih dari 60 titik setiap tahun. Hasilnya, kelimpahan mikroplastik di perairan Teluk Jakarta dan sungai mencapai 9.891–12.489 partikel per meter kubik,” ungkap Asep.

Temuan BRIN kini mendorong DLH memperluas pemantauan mikroplastik di air hujan dan atmosfer, untuk memperkuat kebijakan berbasis data. Selain itu, DLH juga meningkatkan pengawasan terhadap emisi kendaraan dan industri, dua sumber utama polutan udara di Jakarta.


Langkah Konkret: Edukasi, Bank Sampah, dan Teknologi Pengolahan

DLH terus mendorong partisipasi masyarakat melalui program satu RW satu bank sampah, serta memperkuat fasilitas TPS3R dan RDF (Refuse Derived Fuel) di Bantar Gebang dan Rorotan. Proyek PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) juga menjadi bagian dari strategi mengubah limbah menjadi energi.

BACA JUGA :  Hanya Sehari, Pendaftaran Tiket Piala Dunia 2026 Meledak 1,5 Juta Orang

“Upaya ini untuk mengurangi pengiriman sampah ke TPA Bantar Gebang dan memperkuat pengelolaan di dalam kota,” kata Asep.

Pemantauan kualitas udara dilakukan melalui platform udara.jakarta.go.id, dan dalam waktu dekat Pemprov DKI akan meluncurkan sistem peringatan dini (early warning system) agar masyarakat bisa memantau polusi udara secara real-time.


Sanksi bagi Pelaku Pembakaran Sampah

DLH menyoroti praktik pembakaran sampah (open burning) yang masih terjadi di sejumlah kawasan. Meski jumlahnya kecil, Asep menilai perlu ada sanksi sosial untuk memberi efek jera.

“Pelaku open burning akan diberi sanksi sosial, misalnya dipublikasikan di media DLH. Selain itu, industri yang melanggar baku mutu emisi akan dikenai sanksi administratif, denda, bahkan penutupan usaha,” tegasnya.


BRIN: Air Hujan Kini Jadi Media Mikroplastik

Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova, menjelaskan bahwa air hujan yang sebelumnya dianggap murni kini menjadi media pembawa mikroplastik.

“Dalam hitungan detik, partikel plastik di udara dapat larut dan jatuh bersama air hujan,” kata Reza.

BACA JUGA :  BGN Tutup 20 Dapur Gizi Imbas Kasus Keracunan Massal MBG

Menurut BRIN, sumber mikroplastik di udara berasal dari pakaian sintetis, ban kendaraan, plastik sekali pakai, dan aktivitas pembakaran sampah, terutama di wilayah dengan sistem pengelolaan limbah yang belum optimal seperti Bogor, Depok, dan Bekasi.

Penelitian juga menemukan bahwa TPA dengan sistem open dumping berkontribusi signifikan terhadap pelepasan mikroplastik. Kandungan partikel di Muara Angke bahkan meningkat lima kali lipat antara 2015 dan 2022.

“Itu menjadi alarm bagi kita semua. Kita perlu langkah kolektif dan disiplin dalam mengurangi plastik dari sumbernya,” ujar Reza.


Edukasi dan Penegakan Aturan

Saat ini, pelaku pembakaran sampah dikenai denda Rp500.000, namun BRIN merekomendasikan adanya sanksi sosial tambahan seperti publikasi nama pelanggar agar menimbulkan efek malu.

Asep menegaskan, Pemprov DKI akan memperkuat patroli, memperketat izin emisi industri, dan meningkatkan kesadaran publik agar upaya pengendalian mikroplastik tidak berhenti di tingkat wacana.

“Kami ingin membangun kesadaran kolektif — bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Dari rumah, dari sampah kecil, hingga kebijakan besar,” tutup Asep.*

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights