Diduga Dialihkan Tanpa Prosedur, Tanah Bengkok Desa Cianting Utara Menguap

  • Bagikan
Diduga Dialihkan Tanpa Prosedur, Tanah Bengkok Desa Cianting Utara Menguap.

PURWAKARTA – Misteri hilangnya tanah bengkok milik Desa Cianting Utara, Kecamatan Sukatani, Purwakarta, kian menuai tanda tanya. Aset desa seluas 8.000 meter persegi itu diduga telah berpindah tangan melalui mekanisme tukar guling (ruilslag) dengan Yayasan Asabri, namun hingga kini dokumen resmi pertukaran tersebut tidak pernah ditemukan.

Sejumlah narasumber menyebutkan, selain dokumen, keberadaan tanah pengganti hasil tukar guling juga tidak jelas. Data yang ada justru menunjukkan perbedaan mencolok. Catatan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Purwakarta menyebut luas tanah bengkok Cianting Utara hanya 3.300 m², sementara dokumen aset di desa setempat menuliskan 2.026 m².

Perbedaan data itu menimbulkan dugaan kuat bahwa sebagian tanah bengkok desa telah “raib” tanpa jejak.

BACA JUGA :  Munas I ASWAKADA, Maryono: Momentum Satukan Visi Bangun Indonesia dari Daerah  

Kepala Desa: Tidak Pernah Ada Serah Terima

Kepala Desa Cianting Utara, Imam Tabroni, mengaku pihaknya sama sekali tidak mengetahui keberadaan tanah hasil ruilslag tersebut.

“Ketika saya menjabat sebagai kepala desa, tidak pernah ada serah terima aset desa berupa tanah bengkok. Posisi dan letaknya juga tidak jelas,” ujar Imam saat dikonfirmasi, Kamis (28/8/2025).

Imam menduga, perangkat desa periode sebelumnya lebih mengetahui ihwal aset tersebut. “Mungkin mantan Sekdes berinisial IS dan EH yang sekarang menjabat Bamusdes tahu soal ini. Saya benar-benar tidak tahu,” tegasnya.

Dugaan Penyimpangan

DPMD Purwakarta dikabarkan sudah memanggil sejumlah pihak terkait, namun hingga kini belum ada titik terang. Dugaan penyimpangan pun semakin menguat karena tanah bengkok sejatinya tidak boleh dialihkan atau dipindahtangankan sembarangan.

BACA JUGA :  Perahu Rombongan Pengantin Terbalik di Sungai Momong Kalbar, 13 Penumpang Selamat dan 3 Hilang

Dalam aturan, ruilslag memang dimungkinkan, tetapi harus memenuhi prosedur hukum yang ketat sesuai Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa. Proses tersebut wajib disertai dokumen resmi, berita acara, sertifikat tanah pengganti, serta perjanjian tertulis yang sah.

Jika prosedur dilanggar, pertukaran bisa dianggap merugikan desa dan berpotensi masuk ranah pidana korupsi. Hal ini diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 49 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Desakan Warga

Masyarakat kini mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan menyelidiki dugaan penggelapan aset desa tersebut. Mereka berharap ada transparansi dan kejelasan mengenai keberadaan tanah bengkok Cianting Utara.

BACA JUGA :  Pemkot Perkuat Aksi Cegah Stunting Hingga Kelurahan, Sekda: Demi Masa Depan Generasi Penerus Bangsa 

“Tanah bengkok itu aset desa, tidak boleh jadi kepentingan pribadi. Kalau ada yang main-main, harus diusut tuntas,” ujar seorang warga.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengelolaan aset desa secara transparan, akuntabel, dan sesuai prosedur, agar tidak merugikan masyarakat serta tidak membuka ruang praktik korupsi.*(Asbud)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights