Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dalam rapat paripurna keempat masa sidang I tahun 2025–2026, Selasa (26/8).
Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurizal (PKB) bersama dua pimpinan lainnya, Sufmi Dasco Ahmad dan Saan Mustopa. Dari total 580 anggota, tercatat 293 hadir secara fisik maupun virtual, jumlah yang dinilai sah memenuhi forum.
“Apakah RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Cucun dalam rapat paripurna. Serentak, para anggota yang hadir menjawab, “Setuju.”
Disepakati Seluruh Fraksi
Sebelumnya, seluruh delapan fraksi di Komisi VIII DPR telah menyetujui RUU ini dalam rapat bersama pemerintah. Pembahasan berlangsung cepat, tak sampai sepekan sejak dimulai pada Kamis (21/8). DPR bahkan menggelar rapat maraton hingga malam hari pada akhir pekan, Sabtu (23/8) dan Minggu (24/8), demi menuntaskan draf regulasi tersebut.
Poin Krusial: Lahirnya Kementerian Baru
Salah satu poin krusial dalam UU hasil revisi adalah naiknya status Badan Pengelola Haji (BP Haji) menjadi sebuah kementerian khusus. Dengan demikian, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah tidak lagi berada di bawah Kementerian Agama, melainkan ditangani langsung oleh kementerian baru yang fokus mengelola urusan haji dan umrah.
Keputusan ini diyakini akan memperkuat tata kelola sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan bagi jamaah haji dan umrah Indonesia.
Latar Belakang Perubahan
Revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 dipandang mendesak seiring dengan semakin kompleksnya kebutuhan penyelenggaraan haji. Pemerintah dan DPR menilai, lembaga dengan kewenangan setingkat kementerian dianggap lebih efektif untuk menjawab tantangan teknis, logistik, serta diplomasi internasional terkait ibadah haji.*

























