JAKARTA- Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights/OHCHR) angkat suara terkait gelombang demonstrasi di Indonesia yang diwarnai aksi represif aparat dan jatuhnya korban jiwa.
Juru bicara OHCHR, Ravina Shamdasani, menyatakan pihaknya memantau dengan cermat situasi di Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Ia menegaskan, pemerintah Indonesia wajib menjamin hak warga untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat secara damai, sesuai norma internasional.
“Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi sambil menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional terkait pengawasan pertemuan publik,” kata Shamdasani, Senin (1/9) malam.
Shamdasani juga menekankan agar aparat keamanan, termasuk militer yang dilibatkan dalam pengendalian massa, mematuhi prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api oleh penegak hukum.
Dorongan Investigasi Independen
OHCHR mendesak investigasi cepat, menyeluruh, dan transparan atas dugaan pelanggaran HAM internasional dalam demonstrasi, khususnya terkait penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat.
“Investigasi harus dilakukan dengan serius dan transparan, mencakup semua dugaan pelanggaran, agar akuntabilitas bisa ditegakkan,” ujarnya.
Selain itu, Shamdasani menyoroti pentingnya kebebasan pers. Pernyataan ini muncul setelah ramai kabar di media sosial yang menyebut adanya larangan siaran langsung televisi dalam meliput demo.
Namun, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria membantah adanya pembatasan. Ia menegaskan siaran langsung media tetap berjalan normal, meski pemerintah mengimbau agar pemberitaan tidak bersifat provokatif.
Latar Belakang Aksi Massa
Gelombang demonstrasi di berbagai kota bermula dari protes terhadap kenaikan tunjangan anggota DPR dan kebijakan kenaikan pajak di tengah kondisi ekonomi sulit. Situasi memanas setelah Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, tewas dilindas kendaraan taktis Brimob saat aksi di depan DPR RI pada 28 Agustus.
Kematian Affan menjadi pemicu meluasnya aksi massa yang berlangsung sporadis di sejumlah daerah. Bentrokan antara aparat dan demonstran tak terhindarkan. Polisi menembakkan gas air mata dan water cannon, sementara massa merespons dengan lemparan batu.
Hingga 1 September, setidaknya delapan orang tewas dalam aksi demonstrasi sepekan terakhir. Polisi menyebut telah menangkap 3.195 orang, sementara LBH Jakarta mencatat masih ada 20 orang hilang yang belum ditemukan.
PBB Ingatkan Pentingnya Dialog
Menutup pernyataannya, Shamdasani menegaskan pentingnya jalur dialog antara pemerintah dan masyarakat. Menurutnya, kekhawatiran publik hanya dapat diselesaikan melalui keterbukaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.*