JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong resmi melaporkan hakim yang memvonisnya kepada Komisi Yudisial (KY). Ia menegaskan, langkah ini murni untuk tujuan perbaikan sistem hukum, bukan serangan personal.
“Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan, termasuk kepada para hakim di Komisi Yudisial, 100 persen motivasi kami adalah konstruktif. Tidak ada 0,1 persen pun niat destruktif,” ujar Tom di Gedung KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Tom menyebut, momentum ini penting untuk mendorong pembenahan peradilan di Indonesia. “Sebagaimana disampaikan Ketua KY Prof. Amzulian, perhatian publik yang begitu luas terhadap perkara ini adalah peluang positif. Sekali lagi, tidak ada niat yang bersifat personal, apalagi negatif,” tegasnya.
Menurut Tom, KY dan dirinya sepakat untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran bersama. “Kita semua tidak sempurna. Kalau kita bisa bekerja sama untuk berbenah, itu bukan hanya baik dan tepat, tapi saya anggap sesuatu yang mulia,” ujarnya.
Laporan Ganda: KY dan MA
Sebelumnya, pada Senin (4/8/2025), pihak Tom juga telah melaporkan tiga hakim yang memvonisnya ke Mahkamah Agung (MA). Salah satu yang dilaporkan adalah Dennie Arsan Fatrika, Ketua Majelis Hakim dalam sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
Kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, menyoroti sikap salah satu hakim anggota yang dinilai mengabaikan asas presumption of innocence (praduga tak bersalah). “Yang menjadi catatan adalah, hakim tersebut justru mengedepankan asas presumption of guilty (praduga bersalah) selama persidangan,” ujarnya.
Tiga hakim yang dilaporkan ke MA dan KY tersebut adalah:
- Dennie Arsan Fatrika, Ketua Majelis, Hakim Madya Utama
- Purwanto S. Abdullah, Hakim Anggota, Hakim Madya Muda
- Alfis Setyawan, Hakim Anggota Ad Hoc Tipikor
Latar Belakang Kasus
Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 29 Oktober 2024 dalam dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2016.
Pada 18 Juli 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara. Namun, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi yang membebaskan Tom pada 1 Agustus 2025 malam.*