WASHINGTON- Ratusan karyawan raksasa teknologi Amerika Serikat (AS), Google dan Amazon akan mengadakan aksi protes pada 8 September di luar kantor pusat kedua perusahaan. Mereka menyerukan pembatalan kesepakatan Project Nimbus senilai 1,2 miliar dolar AS dengan Israel yang akan menyediakan layanan penyimpanan cloud dan alat kecerdasan buatan.
”Kami mendengarkan seruan dari lebih dari 1000 pekerja Google dan Amazon untuk melawan kontrak, yang dikenal sebagai Project Nimbus. Teknologi harus digunakan untuk menyatukan orang, bukan memungkinkan apartheid, pembersihan etnis, dan kolonialisme pemukim,” ujar pernyataan para karyawan, dilansir kantor berita Wafa, Selasa (6/9/2022).
Gerakan #NoTechForApartheid mengatakan, protes juga akan diadakan di San Francisco, New York, dan Seattle sebagai upaya untuk mencegah Israel menggunakan teknologi yang menindas rakyat Palestina. Gerakan tersebut akan mengajukan petisi yang meminta manajemen kedua perusahaan untuk berhenti berbisnis dengan pemerintah dan militer apartheid Israel. Sejauh ini, sekitar 40 ribu orang telah menandatangani petisi itu.
Petisi tersebut menegaskan solidaritasnya dengan ratusan karyawan Amazon dan Google, serta menyerukan penarikan mereka dari Project Nimbus. Petisi ini menyoroti klaim kedua perusahaan yang memegang prinsip kesetaraan dan kepedulian.
Google menyatakan, mereka menghargai demokrasi dan dapat menghasilkan pemasukan tanpa melakukan kejahatan. Sementara Amazon menegaskan, dalam prinsip kepemimpinan perusahaan harus menjadi lebih baik, dan melakukan lebih baik bagi dunia.
“Saat militer Israel mengebom rumah, klinik, dan sekolah di Gaza dan mengancam akan mengusir keluarga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem Mei 2021, Amazon Web Services dan eksekutif Google Cloud menandatangani kontrak senilai 1,22 miliar dolar AS untuk menyediakan teknologi cloud kepada pemerintah dan militer Israel. Melalui bisnis dengan apartheid Israel, Amazon dan Google akan memudahkan pemerintah Israel untuk mengawasi warga Palestina dan memaksa mereka pergi dari tanah mereka,” ujar petisi itu.
Petisi itu mengatakan, kolaborasi Amazon dan Google dengan apartheid Israel adalah bagian dari pola yang lebih besar dari Big Tech yang memicu kekerasan negara di seluruh dunia.
Perusahaan teknologi seperti Amazon dan Google adalah pencatut perang baru dan memiliki catatan hak asasi manusia yang buruk. Menurut petisi itu, Amazon membantu menggerakkan mesin deportasi-penahanan ICE, dan bermitra dengan lebih dari 2.000 departemen kepolisian AS untuk mengawasi dan mengkriminalisasi komunitas kulit hitam dan cokelat melalui cincin kamera bel pintunya.
”Teknologi dapat menyatukan orang, tetapi ketika alat ini digunakan untuk merugikan komunitas, mereka membuat dunia menjadi kurang aman bagi kita semua. Itu sebabnya pekerja di Google dan Amazon mendesak petinggi mereka untuk menjalankan pembicaraan tentang hak asasi manusia,” kata petisi itu.(*)