JAKARTA – Pemilik Perusahaan Johan Darsono Group, Johan Darsono dan Direktur PT. Mulia Walet Indonesia Suyono ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) periode 2013-2019.
Penetapan Johan, berdasarkan surat Nomor: TAP-01/F.2/Fd.2/02/2022 tanggal 10 Februari 2022. Sementara, Suyono ditetapkan sebagai tersangka TPPU dalam surat Nomor: TAP-02/F.2/Fd.2/02/2022.
“Dua orang tersebut ditetapkan berdasarkan laporan hasil perkembangan penyidikan dalam perkara penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Jumat (11/2).
Adapun kasus dugaan korupsi ini diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp2,6 triliun.
Kedua tersangka itu dijerat melanggar ketentuan Pasal 3 jo Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah menetapkan tersangka TPPU, penyidik menyita tiga bidang tanah milik Johan di wilayah Sukoharjo. Penyitaan itu sesuai penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor: 30/Pen.Pid/2022 /PN.Skh tanggal 10 Februari 2022.
“Ada tiga bidang tanah dengan jumlah luas seluruhnya 16.360 M2,” jelas dia.
Aset yang disita itu saat ini tengah ditaksir oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Nantinya, aset akan diperhitungkan untuk menyelamatkan kerugian keuangan negara yang tercipta akibat korupsi tersebut.
Kejaksaan menduga dalam kasus ini, perusahaan tersebut tak melakukan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam melakukan proses pembiayaan ekspor nasional kepada sejumlah perusahaan.
Penyidik mengindikasikan ada aturan kebijakan perkreditan LPEI yang dilanggar oleh tersangka sehingga mengakibatkan kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) pada 2019.
Dikatakan, bahwa fasilitas pembiayaan yang bermasalah itu diberikan kepada 8 grup usaha yang terdiri atas 27 perusahaan berbeda. Laporan Sistem Informasi Manajemen Resiko Pembiayaan LPEI mencatat posisi kolektibilitas perusahaan 5 alias macet per tanggal 31 Desember 2019.
Oleh sebab itu, penyidik mengatakan bahwa ada perbuatan melawan hukum yang diduga sebagai tindak pidana korupsi. Kerugian keuangan negara dalam perkara ini ditaksir mencapai Rp2,6 triliun.
“Sekitar lebih Rp2,6 triliun dan saat ini masih dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI,” ujar dia.