LIMA- Aktivis LGBT Peru berunjuk rasa (Unras) mempertanyakan upaya pemerintah mereka dalam menangani tewasnya aktivis transgender Rodrigo Ventosilla di Indonesia.
Rodrigo meninggal saat berada di tahanan Polda Bali awal bulan ini. Dia bersama pasangannya datang ke Bali untuk berbulan madu.
Pria lulusan Universitas Harvard yang juga aktivis hak-hak transgender itu meninggal akibat kegagalan fungsi tubuh. Dia ditahan atas tuduhan kepemilikan ganja.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Peru sebelumnya mengeluarkan pernyataan yang menegaskan Rodrigo ditahan karena kepemilikan ganja, kejahatan serius di Indonesia. Disebutkan pula kematiannya tak terkait dengan transgender.
Pernyataan kemlu tersebut rupanya tak membuat para aktivis LGBT Peru puas.
“Kami menolak dan mengecam pernyataan kementerian luar negeri,” kata seorang aktivis, Luz Manriquez, dalam unjuk rasa di Ibu Kota Lima, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (27/8/2022).
Dia menilai pernyataan pemerintahnya bias karena menerima begitu saja penjelasan dari Indonesia serta tidak menuntut digelarnya penyelidikan.
“Ini tidak memiliki empati karena tidak mengakui bahwa seorang warga Peru tewas di tangan polisi negara lain,” tuturnya.
Namun pengacara keluarga Rodrigo, Brenda Alvarez, mengatakan Kemlu Peru telah meminta maaf atas pernyataan itu dan akan meminta penyelidikan. Belum diketahui kapan jenazah Rodrigo tiba di Peru.
Sementara itu Polda Bali menegaskan tak ada tanda-tanda kekerasan di balik kematian Rodrigo.
“Bapak Kapolda menyampaikan ketidakbenaran itu,” kata Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, pada Kamis lalu.
Dia menegaskan, Polda Bali telah bekerja sesuai SOP dalam menangani kasus warga negara asing (WNA) tersebut.
Rodrigo ditangkap petugas bea cukai setelah tiba di Bandara Ngurah Rai pada Sabtu (6/8/2022). Dia tiba di Bali menggunakan pesawat Qatar Airways QR960 sekira pukul 18.30 WITA.
Saat menjalani pemeriksaan x-ray, petugas mencurigai barang di koper Rodrigo. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan tiga kue brownies seberat 231,65 gram yang mengandung sediaan narkotika jenis ganja.
Pada Senin (8/8/2022) Rodrigo diserahkan ke kepolisian. Rodrigo muntah-muntah di ruang tahanan pada malam harinya setelah meminum obat sakit perut yang bukan barang sitaan.
Rodrigo lalu dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara. Namun setelah 5,5 jam dirawat, dia masih muntah-muntah hingga mengalami kejang.
Dia lalu dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah namun nyawanya tidak tertolong. Rodrigo dinyatakan meninggal oleh dokter pada Selasa (9/8/2022) sekitar pukul 15.10 WITA.
“Penyebab kematian, sesuai pemeriksaan tim dokter, yaitu kegagalan fungsi tubuh yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan hati serta susunan saraf sampai ke otak pasien,” kata Stefanus.(*)