JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional(BPN)/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, harga wajar telur saat ini sudah di atas Rp22.000 per kilogram (kg). Jika dikembalikan ke harga tersebut, peternak akan rugi.
“Kalau kita lihat, setelah berkeliling menemui teman-teman peternak, telur ini sebenernya angka yang wajar antara Rp27.000 sampai Rp29.000. Tidak mungkin lagi dikembalikan ke harga Rp22.000 seperti tahun lalu kasihan peternaknya,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (31/8/2022).
Dia menjelaskan, kenaikan harga telur yang terjadi di pasaran saat ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya, ada peningkatan variable cost atau biaya variabel pembentuk harga pokok produksi.
“Di mana ada faktor biaya produksi seperti yang disampaikan Presiden, ada kenaikan variable cost-nya sehingga harga menyesuaikan,” ujarnya.
Penyebab lainnya karena dipicu kenaikan harga pakan. Dia menuturkan, dalam pembentukan harga pakan, ketersediaan dan stabilitas harga komoditas jagung sangat berpengaruh.
“Proses bisnis telur dimulai dari ketersediaan dan stabilitas harga pakan dengan bahan baku utama jagung. Sebenarnya NFA sudah memfasilitasi secara end to end. Salah satunya menjaga ketersediaan dan stabilitas harga jagung sebagai bahan baku pakan ayam,” tuturnya.
Contohnya, NFA telah memfasilitasi mobilisasi jagung mulai dari Sumbawa dan Dompu, Nusa Tenggara Barat ke pulau Jawa dan provinsi lainnya guna mengatasi kelebihan suplai. “Karena di sana over supply, sementara di beberapa lokasi defisit, sehingga tugas kita adalah memindahkan stok jagung dari yang surplus ke defisit. Intinya tidak ada alasan dari jagungnya,” ujar Arief.
Dia menegaskan, visi NFA adalah mewujudkan peternak dan petani sejahtera, pedagang untung, dan masyarakat tersenyum. Untuk itu, Arief meminta Dinas Urusan Pangan di tiap daerah memiliki neraca pangannya masing-masing.
“Setiap Dinas Urusan Pangan Daerah harus punya neraca pangan masing-masing. Komoditas yang didata tidak cuma telur ayam, tetapi juga ada beras, daging, dan komoditas lainnya,” katanya.
“Seperti di NFA kita punya neraca pangan, sehingga dapat dihitung satu tahun kita perlu berapa ton, kemudian dibagi tiap bulan berapa, sehingga ketersediaan pangan dapat dihitung dan diukur secara detail,” imbuh Arief.(*)