PURWAKARTA – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2024 mencatat adanya realisasi belanja bahan bakar minyak (BBM) dan pelumas di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta senilai Rp303,78 juta yang belum dapat dipertanggungjawabkan. Temuan ini memunculkan pertanyaan publik soal siapa pihak yang harus bertanggung jawab.
Kepala Bidang Persampahan DLH Purwakarta, Anggoro Budianto, menegaskan bahwa pihaknya hanya sebagai pengguna, bukan pengelola anggaran BBM. Menurutnya, seluruh operasional kendaraan pengangkut sampah dan tinja telah diatur melalui sistem kupon BBM yang bekerja sama dengan SPBU tertentu.
“Setiap operasional kendaraan kami hanya diberi kupon pengisian BBM di SPBU yang sudah bekerja sama dengan DLH. Jika ada kelebihan kupon karena tidak terpakai, kami kembalikan lagi ke Sekretariat Dinas. Data keluar-masuk kupon tercatat lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Anggoro kepada wartawan, Senin (22/9/2025).
Ia menegaskan, pihaknya siap memberikan data apabila diperlukan dan meminta agar persoalan ini tidak langsung diarahkan kepada dirinya sebagai Kabid Persampahan.
Siapa Bertanggung Jawab?
Pengamat kebijakan publik, Agus M. Yasin, memaparkan bahwa berdasarkan regulasi keuangan negara, tanggung jawab penuh atas penggunaan anggaran berada di tangan Kepala Dinas sebagai Pengguna Anggaran (PA). Wewenang teknis dapat didelegasikan kepada Sekretaris Dinas selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
“UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menegaskan Kepala Dinas bertanggung jawab penuh atas penggunaan anggaran. UU Nomor 15 Tahun 2004 juga menyebut pejabat pengelola keuangan wajib mempertanggungjawabkan serta menindaklanjuti rekomendasi BPK,” kata Agus.
Ia menambahkan, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 memperjelas hierarki tanggung jawab: Kepala Dinas sebagai PA bertanggung jawab secara hierarkis, Sekretaris Dinas selaku KPA bertanggung jawab operasional, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan bendahara pengeluaran bertanggung jawab administratif dan teknis penatausahaan.
Sementara itu, Kabid teknis, termasuk Kabid Persampahan, hanyalah pengguna kupon BBM, bukan pengelola anggaran.
“Temuan BPK tidak bisa hanya diarahkan ke Kabid teknis. Pertanggungjawaban hukum melekat pada Kepala DLH, Sekretaris DLH, PPK, dan Bendahara Pengeluaran,” tegas Agus.
Momentum Perbaikan Tata Kelola
Agus berharap kasus di DLH Purwakarta menjadi momentum mempertegas rantai pertanggungjawaban keuangan daerah. Menurutnya, meski menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt), Kepala Dinas tidak boleh lepas tangan. Sekretaris DLH, PPK, dan Bendahara Pengeluaran harus dimintai klarifikasi mendalam.
“Jangan sampai persoalan ini berhenti di Kabid Persampahan. Saya berharap Inspektorat, Bupati, dan aparat penegak hukum berani menindaklanjuti kasus ini, bukan hanya membiarkan catatan temuan BPK mengendap dalam laporan tahunan atau selesai dengan Tuntutan Ganti Rugi (TGR),” pungkas Agus.*

























