KUALA LUMPUR – Organisasi masyarakat sipil di Malaysia yang menamakan diri Mandiri menggelar aksi di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Selasa (26/8/2025) malam. Aksi itu digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap ratusan demonstran di Jakarta yang ditangkap dalam unjuk rasa menolak tunjangan rumah anggota DPR.
Koordinator Mandiri, Wong Ku Kui, menegaskan aksi tersebut lahir dari keprihatinan atas penahanan hampir 400 demonstran dalam aksi di depan Gedung DPR RI, Senin (25/8/2025). Ia menyebut, kebijakan DPR mengalokasikan tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan bagi anggotanya tidak selaras dengan kondisi masyarakat yang masih banyak bergelut dengan kemiskinan.
“Kita lihat rakyat Indonesia turun ke jalan untuk menentang. Tapi yang menyedihkan adalah penangkapan hampir 400 demonstran,” kata Wong saat dihubungi, Kamis (28/8/2025).
Wong menambahkan, Mandiri juga menolak penggunaan kekerasan terhadap massa aksi, termasuk jurnalis yang meliput. Menurutnya, demonstrasi adalah hak dasar dalam negara demokrasi.
“Kami di Malaysia datang ke Kedutaan Besar RI untuk menunjukkan solidaritas kepada rakyat Indonesia. Ini soal perjuangan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM),” tegasnya.
Tuntutan Mandiri
Dalam aksinya, Mandiri menyampaikan dua tuntutan utama kepada Pemerintah Indonesia:
- Membebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
- Menghentikan kekerasan terhadap demonstran, aktivis, dan jurnalis.
Wong menilai, jika ruang berekspresi dijamin, potensi kericuhan dapat diminimalisasi.
“Mereka hanya ingin menyampaikan suara. Hak bersuara dan berekspresi adalah poros utama negara demokrasi,” ujarnya.
Aksi solidaritas serupa sebelumnya juga pernah digelar Mandiri, termasuk pada momen Reformasi Dikorupsi dan penolakan RKUHP.
Respons Kedutaan Besar RI
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Malaysia, Hermono, menyebut aksi solidaritas Mandiri berlangsung singkat dan damai.
“Unjuk rasa hanya sekitar 15 menit, dari pukul 20.30 hingga 20.45 waktu setempat. Jumlahnya kecil, hanya 11 orang, malam hari,” kata Hermono.
Menurut Hermono, para peserta aksi hanya membentangkan poster, mengambil foto, lalu bubar tanpa insiden berarti.*

























