Sesalkan Pembebasan Bersyarat Narapidana Koruptor, MAKI: Korupsi Tak Lagi Menakutkan

  • Bagikan
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kecewa atas banyaknya narapidana koruptor yang mendapatkan remisi berujung bebas bersyarat. (Foto: dok.istimewa)

JAKARTA- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kecewa atas banyaknya narapidana koruptor yang mendapatkan remisi berujung bebas bersyarat. Tindakan itu seolah memberi pesan kepada masyarakat bahwa melakukan korupsi tidak menakutkan karena hukuman yang dijatuhkan pada terdakwanya tidak memiliki efek jera.

Tanggapan tersebut menyusul bebas bersyaratnya terpidana korupsi seperti mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah dan mantan Jaksa, Pinangki Sirna Malasari sebagai penghuni Lapas Kelas IIA Tangerang pada Selasa (6/9).

“MAKI menyatakan kecewa dengan banyaknya remisi dan bebas bersyarat untuk napi koruptor. Ini menjadi pesan bagi masyarakat, korupsi tak berefek hukum menakutkan. Pesan efek jera tidak sampai karena nampak hukumannya sudah ringan,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Rabu (7/9).

BACA JUGA :  Densus 88: WN Uzbekistan yang Serang Petugas Imigrasi dan Polisi Sudah Ditetapkan Tersangka

Dia mempertanyakan keringanan potongan remisi malah berujung putusan bebas bersyarat sehingga tidak sesuai dan membuat hukuman menjadi ringan. Dalam ketentuannya, aturan mendapatkan bebas bersyarat yakni sudah menjalani 2/3 dari masa hukuman padahal sebelumnya sudah mendapatkan potongan remisi.

“Misalnya 6 tahun, kan 2/3nya mestinya 4 tahun. Selama ini dihitung, dipotong dulu remisi 1 tahun sehingga 2/3nya tinggal 3 tahun lebih dikit. Itu cara menghitung yang salah, remisi itu dari keseluruhan hukuman bukan setelah dipotong remisi. Saya menyesalkan potongan remisi itu digabung, potong remisi dulu baru bebas bersyarat,” kata Boyamin.

“Pesan jera sampai ke masyarakat sehingga hukuman biasa aja untuk korupsi, orang sudah tidak takut lagi. Ini disesalkan,” tambah dia.

BACA JUGA :  Diduga Terlibat Mafia Tanah, 4 Pejabat BPN di Dibekuk Polisi

Kendati demikian, Boyamin mencermati perihal aturan remisi bebas bersyarat memang menjadi kehendak dari DPR, termasuk untuk kasus korupsi.

“DPR sekarang itu menurut saya persepsi terhadap korupsi tidak penting lagi sehingga kemudian membolehkan fasilitas pengurangan milik semua kasus pidana termasuk korupsi,” kata dia.

Boyamin berharap hakim memberikan hukuman yang tinggi kepada pelaku korupsi dan sekaligus pencabutan hak. Bukan hanya terkait hak politik, tapi juga pencabutan hak untuk pengurangan hukuman.

“Sudah berlaku di Amerika banyak kasus-kasus yang profil tinggi kemudian dicabut haknya untuk mendapatkan pengurangan, nah ini harusnya juga berlaku di Indonesia,” tuturnya.(*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *